Friday 13 June 2014

Cerita sore itu

Kemarin tanggal 12 Juni 2014, saya harus pulang sendiri tidak bareng dengan ayah, karena beliau masih ada yang harus diselesaikan di kantor. It's OK wae mas. Seperti biasa kalau pulang kerja atau pergi sendiri munculah panik, pulang naik Commuterline apa naik jemputan kantor? Mulailah ber WA ria dengan salah satu kawan kantor yang rumahnya bekasi juga. Ada saran untuk naik jemputan odong-odong (ada tulisan Banyubiru pada bus nya) pemberhentian terakhir di bekasi timur lewat merdeka barat 16.35 WIB atau jemputan KemLU nomor 49 pemberhentian terakhir  di Bekasi Barat. Oke dua-duanya bisa mengakomodir saya sampai bekasi. Kenapa ga naik Commuterline? sehari sebelumnya saya naik CL meski saya dapat duduk(karena ikut ke stasiun kota dulu) saya nyaris sesak nafas karena saking penuhnya dan panas(maklum saya asma). Jadi kalau saya pulang sendiri ga lagi-lagi naik CL, kalau pingsan lagi gimana?


Sampailah saya di pekayon, naik 02 untuk sampai stasiun dan nyambung abang ojek untuk sampai di rumah. Saya tidak terbiasa naik angkot(biasa jalan kaki, he he he ) lebih banyak takutnya karena faktor keamanan diangkot. Angkot berjalan sampai bawah Fly over Summarecon bekasi, naiknya dua anak muda bernyanyi mendendangkan lagu(menurut saya lagu ini mengintervensi penumpang) saya duduk di dekat pintu, aroma alkohol menghembus dari setiap nyanyian yang mereka ucapkan. Tak ada satupun penumpang yang memberikan lembaran uang atau bahkan recehan. Terdengar suara"buat apa berkerudung bila tak sedekah" "buat apa berkerudung tapi tak memberi makan". Ya suara ini keluar dari mulut dua orang pengamen muda yang masih sehat ini. Telinga saya panas, mulut saya tidak kuat menahan untuk tidak menjawab. Entah keberanian apa yang muncul di mulut saya hingga saya mengucapkan "kerudung itu bukan dipakai dan dilepas. Ini kewajiban" Mata saya memandang salah satu pemuda itu, sorot mata dia sangat manakutkan, rasa ketakutan mulai muncul di hati saya. Kami saling berpandang cukup lama, Saya hanya berusaha melembutkan tatapan saya agar tak memancing emosi. "terima kasih kak" ucap pemuda itu sambil meninggalkan angkot. 


Sungguh saya ketahukan, kalau saya dihadang saat turun angkot nanti. Hati saya mulai ciut. Salah satu penumpang menawarkan untuk bareng saat turun angkot nanti. Saya mulai lega. Saya berpikir bagaimana orang mau memberikan sedekah ke dua pemuda itu kalau di mulutnya keluar aroma alkohol? apakah uang hasil mengamen untuk beli alkohol? Kalau dia masih segar bugar? apakah tidak ada keinginan untuk bekerja dengan baik? sebelum segar bugarmu hilang dari raga? kalau seluruh badannya bertato? Apakah bertato tidak mengeluarkan biaya? saya tidak membahas hukum bertato didalam islam, hanya dari segi financial saja(saya pernah ke Kent tatto di bandung, Mahal untuk membuat tatto nama saja), mengamen seperti sore itu saya sebut menodong. 


Saya tidak menyalah indonesia bila masih ada anak-anak putus sekolah karena faktor ekonomi hingga mereka mengamen dan hidup di jalan. Saya tak menyalahkan orang tua mereka. Mereka turun ke jalan dengan berbagai faktor(dulu jaman saya di magelang, sewaktu kuliah berteman dengan banyak pengamen). Bukan hanya segi financial, kadang mereka lepas kontrol orang tua. Tak jarang dari mereka adalah anak orang berada yang tidak mendapatkan "hidupnya" di dalam keluarga. Andai saja ada jalan untuk mendekati mereka secara lebih baik. Semoga..................




Categories:

0 comments:

Post a Comment