Tuesday, 22 October 2013

pernikahan kami

Siang ini melihat liputan pernikahan keraton jogjakarta jadi teringat jaman saya menikah juga. Alhamdulillah ini masuk tahun ke 5 saya dan Ayah menikah, bersyukur selalu diberi kesehatan, kerukunan dan insyaallah kami bisa bebrayan(saling melengkapi). jadipengennangisterharubiru


Dulu, 28 Nopember 2008 saya dilamar oleh NUR EFENDI dengan sederhana, penuh hikmat dan sangat kekeluargaan, penuh cinta dan kasih sayang dari semua keluarga. Seserahannya membuat saya terharu(alay,,,, lawong nyarinya sama saya dan kakak saya"mbak Dewi". NUR EFENDI mengikuti kebiasaan dikeluarga kami. Seserahan berupa:
Kebaya Kerancang(belum pernah saya pakai karena saking sayangnya), 
Kain Sido Mukti(melambangkan kesejahteraan), 
Sendal cantik(saya pakai setelah melahirkan karena tingginya 8 cm bo......),
Set-Perhiasan(sampai saat ini saya masih jatuh cinta dengan liontinnya), 
Seperangkat alat Solat dan  Al-Quran silver yang cantik dan ingin selalu membacanya,
Alat makeup yang sebenarnya kurang bermanfaat karena saya lebih suka natural tanpa make up, 
Perlengkapan perempuan lainnya dan bekal saya setelah menikah. 


Pernikahan kami sederhana juga, Perias langganan keluarga Bu Harri, Dekorasi langganan keluarga (Pak atho Dekorasi), Catering anak buah emak saya,  Foto oleh keluarga(adek angkat ibu) Alhamdulillah dimudahkan. Kalau yang stay di Magelang bisa aku kasih kontak yang bersangkutan





Saya tidak dipinang dengan sebuah berlian, menikah dengan sederhana, seserahan penuh arti tanpa kemewahan. Tapi bukan apa yang dibutuhkan saat akan menikah, apa yang harus kami lakukan setelah menikah. Kami pernah berantem seperti pasangan lainnya, tapi kembali lagi buat apa kami menikah bila masih menonjolkan otot kami masing-masing. Meski saya baru seumur jagung mengarungi pernikahan tapi esensi menikah seperti yang pernah ayah sampaikan ke saya, saya tidak sempurna menjadi suami, begitu juga saya tidak mengharapkan istri sempurna untuk saya, tapi mari sama-sama kita coba untuk menjadi lebih baik buat kita bukan untuk saya dan untuk kamu saja, tapi untuk anak-anak kita nanti. 

Penyesuaian setelah menikah memang saat meledak-ledak, saya dan Ayah baru seumur jagung menikah. tapi kami pernah berkomitmen bahwa saat saya marah, ayah yang meredam begitu juga sebaliknya. Kami menjadi pengantar keluarga besar kami masing-masing.  Saya yang cenderung bersifat meledak-ledak dan seperti mercon  dengan Ayah yang kalem, tenang dan bijak(terima kasih Ya Allah). 

Keluarga kami biasa saja, saya menyiapkan sarapan dipagi hari jam 04.30 WIB dengan bantuan mbak eri(asisten rumah), menyiapkan baju ayah, Apa yang dilakukan Ayah?? Ayah solat subuh dan mengaji(meski kadang Alqurannya yang melihat dia ngorok). Kami selalu mengusahakan untuk selalu berangkat kerja bersama. Libur kami selalu isi waktu bersama meski hanya makan rujak atau tahu goreng. Ayah bukan tipe romantis yang selalu memanggil saya sayang atau memberikan hadiah tiap moment istimewa(hanya sekali saja) atau mencium dahi saya. Ada yang istimewa?? tidak kan? kami basa saja.... kami berusaha menjadi sederhana. sederhana mencintai, jujur menghargai keberadaan dan meredam emosi. 


Doa kami, selalu jadikan kami suami dan istri, penuh sederhana, mencintai dengan sederhana dan menerima. Jadikan ini sebagai ibadah kami dan berkahi kehidupan kami. Jadikan kami sebagai pasangan tanpa berpaling saling mengingatkan, memperbaiki, melengkapi dan menerima. amin 




Categories:

0 comments:

Post a Comment